Hosanna dan Salibkan Dia: Jatuh pada Dosa yang Sama
Di Minggu Palma ini, kita hendak merenungkan bahwa kerendahan hati menjadi kunci untuk senantiasa bersama-sama dengan Kristus. Minggu Palma mengingatkan kita akan Kristus yang memasuki pintu Gerbang Yerusalem dengan mengendarai keledai. Ini tidak sepele, karena menggenapi nubuat Zakharia: “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” (Zak 9:9; Mat 21:5).
Nubuat ini familiar dan diketahui semua kalangan: baik ahli kitab maupun rakyat jelata, sehingga ketika Yesus masuk ke pintu gerbang Yerusalem dengan mengendarai keledai, penduduk Yerusalem menyambut-Nya dengan berkata, “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!” (Mat 21:9).
Namun sayangnya orang-orang yang mengelu-elukan Yesus ini, beberapa hari kemudian berbalik menghujat-Nya dengan berseru, “Salibkanlah Dia!” Hal pertama yang hendak kita renungkan adalah agar kita tidak jatuh dalam kesalahan yang serupa, yaitu sepertinya dengan mudah memuji Tuhan Yesus, namun juga dengan begitu mudah menghujat dan menyalibkan Dia dengan dosa-dosa kita.
Gerbang dan Keledai
Kata kunci berikutnya yang hendak menggambarkan kerendahan hati adalah:
di situ ada dua unsur penting, yaitu gerbang dan keledai.
Gerbang menjadi tanda bahwa kita mesti membuka pintu gerbang hati kita. Kitab Mazmur menuliskan, “Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan!” (Mzm 24:7) Membuka pintu hati kita agar Kristus dapat masuk dengan bebas ke dalam hati dan kehidupan kita, dan kita dapat mengalami kasih-Nya yang sungguh luar biasa, yang telah dibuktikan-Nya dengan kerelaan untuk menderita dan wafat bagi kita. Membuka pintu hati juga berarti kesediaan kita untuk bertobat, yang secara khusus sudah diterima dalam Sakramen Tobat. Bertobat berarti, mengarahkan tujuan hidup kembali kepada Tuhan yang memimpin kita.
Minggu Palma juga mengajak kita untuk bersedia dipimpin oleh Kristus dengan taat dan setia pada kehendak-Nya. Seperti Yesus yang memilih keledai yang lemah bukan kuda yang gagah perkasa, sebagai simbol kerendahan hati, yang bukan hanya ada pada diri Yesus, namun yang mesti kita teladani. Manusia selalu punya sisi lemah dan rapuh, yang kadang tidak mau kita terima, namun justru menjadi sumber kesombongan kita di hadapan Allah dan sesama. Kita hanyalah debu di alas kaki Tuhan. Kita kecil dan tidak pantas, namun Allah rela menyelamatkan kita, bahkan dengan cara yang tidak kita duga sebagai manusia.
Dan, Minggu Palma ini kita selalu diingatkan bahwa segala sesuatu yang baik yang ada pada kita, semuanya adalah pemberian Allah, rahmat Allah, anugerah dari Allah. Segala keberhasilan di dalam kehidupan kita, baik dalam keluarga, pekerjaan dan pelayanan janganlah membuat kita jatuh dalam dosa kesombongan. Karena sikap sombong semacam itu, ibaratnya adalah seperti keledai yang ditunggangi oleh Yesus, yang merasa bahwa semua orang bersorak-sorai dan mengelu-elukan dia karena kehebatannya, tanpa menyadari bahwa sesungguhnya orang-orang itu mengelu-elukan Tuhan Yesus.
Konklusi
Saudara-saudara yang terkasih, bersama Yesus yang memasuki Yerusalem, hendak menyambut penderitaan-Nya, yang juga menebus kita, mari kita juga rela untuk mengiringi Yesus itu, dalam perjalanan hidup, dengan rendah hati, taat-setia pada kehendak-Nya. Amin.
oleh : Rm. Yoseph Didik Mardiyanto Pr.