Abu sebagai sarana untuk membersihkan
Kita memulai masa Prapaskah dengan Rabu Abu. Kita menerima abu di kepala kita, entah dioleskan di dahi atau ditaburkan di atas kepala kita. Dahulu abu dipergunakan sebagai sarana untuk membersihkan aneka perkakas rumah tangga. Mungkin sebagian masyarakat masih menggunakannya hingga sekarang. Dengan demikian penggunaan abu dalam mengawali masa prapaskah ini sebagai bentuk ajakan bagi kita untuk membersihkan diri kita dari segala hal yang kotor, buruk dan jahat. Kita diajak untuk memperbaiki hidup dimulai dari hati kita, membersihkan diri atau meninggalkan segala dosa dan berbalik kembali kepada Allah. Pertobatan mesti kita mulai dari hati kita, sebagaimana dalam bacaan pertama, Nabi Yoel mengajak kita untuk memperbaharui hidup, berdamai kembali dengan Allah dengan mengoyakkan hati, bukan pakaian kita (Yl 2:13).
Abu sebagai simbol kerapuhan
Butiran abu sangat ringan mudah ditiup angin. Maka abu juga sebagai simbol kerapuhan dan kelemahan kita. Sebagaimana abu, betapa kecil dan tak berartinya kita dihadapan Tuhan. Maka sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk menyombongkan diri dengan segala hal yang ada pada kita. Maka dalam bacaan Injil, Yesus mengingatkan kita untuk melakukan segala yang baik: doa, puasa dan berderma tanpa harus ditunjuk-tunjukkan pada orang lain. Kita jalani masa prapaskah ini dengan kerendahan hati, menyadari kelemahan dan kerapuhan kita dihadapan Tuhan dan memohon belas kasih-Nya.
Konklusi
Mari kita menjalani masa prapaskah, masa pertobatan bagi kita dengan berpantang dan berpuasa, berdoa dan berderma untuk membersihkan dan menjauhkan diri kita dari dosa, berbalik kembali kepada Allah dengan mengusahakan yang baik dalam hidup kita. Semoga kita layak menerima anugerah keselamatan dari Allah yang akan kita rayakan di Hari Raya Paskah nanti. Tuhan memberkati.
oleh : Rm. Herman Yoseph Singgih Sutoro, Pr.