Tim Pelayanan Keutuhan Ciptaan dan Lingkungan Hidup Gereja SPM RRS Randusari Katedral Semarang bekerjasama dengan Ibu-ibu KBA Paroki Keluarga Kudus Atmodirono mengadakan pelatihan Ecoprint yang berlangsung selama dua kali pertemuan, 6 dan 13 Agustus 2023 untuk umat bertempat di Gedung Sukasari.
Ecoprint merupakan teknik mencetak pada kain dengan menggunakan pewarna alami dan membuat motif dari daun secara manual yaitu dengan cara ditempel sampai timbul motif pada kain. Kegiatan ini bertujuan agar umat memiliki modal dasar yang nantinya dapat dikembangkan menjadi sumber pendapatan baru sehingga dapat meningkatkan perekonomian keluarga.
Misi ini nyatanya sejalan dengan ibu-ibu Paroki Atmodirono yang sudah terlebih dahulu memulai mempelajari pemrosesan kain dalam KBA (Klub Batik Atmodirono) mulai dari pembuatan batik tulis hingga Ecoprint.
Meski dibatasi hanya 40 pendaftar, nyatanya kegiatan ini sangat diminati oleh umat Paroki Katedral hingga mencapai 50-an peserta. Tidak hanya ibu-ibu, ada juga bapak-bapak yang penasaran dan ingin mengikuti kegiatan ini, seperti misalnya Fabianus Agus Sulistiyono dari Lingkungan Fransiskus Asisi Lempongsari yang tertarik dengan Ecoprint karena melihat hasil karya Ecoprint memiliki nilai seni dan nilai jual. Agus berharap, ia bisa menggabungkan seni Ecoprint ini dengan teknik seni lainnya, misalnya dengan gambar atau kata-kata motivasi dengan memanfaatkan media berbasis lainnya seperti kaos atau tas yang memiliki nilai jual lebih. Agus sendiri merupakan salah satu penggiat di UMKM Randusari yang membuat barang seni dari gabus bekas.
Pertemuan pertama diisi dengan perkenalan dari pembimbing dan pemaparan apa itu Ecoprint. Meski tampak sederhana, nyatanya proses pembuatan Ecoprint tidaklah mudah. Pilihan bahan baku dan tidak semua tanaman dapat digunakan menjadikan harga produk Ecoprint memiliki daya jual yang cukup tinggi. Proses pertama yang dilakukan oleh para peserta adalah pengolahan kain. Sebelum masuk ke tahap Ecoprint, kain yang akan digunakan harus melalui tahap scouring dan mordanting. Tahapan ini dibutuhkan untuk menghilangkan kotoran dan bahan-bahan kimia yang terdapat di dalam serat kain sehingga serat kain dapat menyerap zat tanin atau zat warna pada tanaman.
Tidak semua kain dapat digunakan dalam proses Ecoprint ini, hanya kain dari serat alam seperti kain katun, linen, rayon ATBM, mori, sutera, dan yang sejenis yang dapat digunakan dalam proses ini. Selain itu, tidak semua daun, bunga, maupun kulit kayu memiliki tanin yang dapat mengeluarkan warna alami dan dapat diserap oleh kain. Ada pun jenis-jenis daun dan bunga yang dapat dijadikan motif dalam Ecoprint antara lain daun jati muda, daun kenikir, daun jarak wulung, bunga telang, bunga kamboja, bunga kenikir, kayu secang, dan masih banyak lainnya.
Seusai pemaparan, peserta mulai mempraktekkan apa yang telah disampaikan oleh pembimbing. Ibu-ibu dari Paroki Atmodirono dengan sabar mendampingi sambil menjawab pertanyaan peserta yang diajukan dengan penuh rasa ingin tahu.
Sambil menunggu proses pengangin-anginan kain, sesi tanya jawab dibuka dan antusiasme peserta membuat pendamping sempat kewalahan, mulai dari bahan kain apa saja, tumbuhan dan bagian tanaman apa saja yang bisa, di mana bisa mendapatkan bahan untuk mordanting, dan masih banyak lagi.
Pada pertemuan kedua, peserta diminta membawa daun, bunga, atau kulit kayu yang mengandung tanin yang telah dijelaskan di pertemuan pertama. Meski demikian, pembimbing juga membawakan beberapa jenis daun, bunga, dan kulit kayu untuk digunakan peserta dengan jumlah terbatas. Kain yang telah diproses di tahap pertama dan sudah diangin-anginkan hingga kering dicelupkan ke dalam air kapur, fungsinya untuk mengunci zat tanin yang dikeluarkan oleh tumbuhan ke dalam serat kain. Dalam keadaan lembab, peserta bergegas menata daun, bunga, dan kulit kayu di atas kain yang digelar sesuai dengan motif yang mereka inginkan. Peserta dengan semangat dan antusias mengerjakan kain mereka masing-masing. Kemudian pendamping secara bergiliran membantu peserta untuk menggulung kain dan mengikatnya dengan tali rafia. Setelah selesai, pendamping menjelaskan proses selanjutnya yang harus dikerjakan oleh para peserta di rumah masing-masing, yaitu mengukus kain selama 90 menit dengan api kecil.
Acara diakhiri dengan sambutan dari Romo Herman Yoseph Singgih Sutoro, Pr selaku Romo Kepala Paroki Randusari Katedral Semarang, dilanjutkan doa penutup dan foto bersama.
Selamat berkarya. Semangat berdaya!
Bernadetta Esti W.U.
Redaksi Majalah BERKAT