Ada yang berbeda saat persembahan pada misa yang bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia, Minggu (16/10) pk. 08.00 di Gereja Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci Randusari Katedral Semarang. Puluhan orang menari dengan jenaka mengawali perarakan persembahan. Kostum mereka menarik perhatian: kaus warna warni bertuliskan Aja Drengki, Aja Srei, Njupuk Siji, plus kacamata hitam, topi, kipas, dan selendang yang dililitkan di pinggang. Persembahan yang dibawa pun lain dari biasanya; ada kacang panjang, kubis, timun, wortel, ketela, ubi jalar, kelapa muda, pisang, dan sayuran lainnya.
“Masalah pangan adalah masalah yang kompleks karena banyak hal terkait satu sama lain, bukan hanya soal kemiskinan dan kelaparan, tetapi termasuk kekurangan gizi/stunting. Lalu perubahan iklim yang mempengaruhi produksi pangan, juga kualitas pangan, belum lagi terkait pendistribusian dan perdagangan,” ucap Rm. Herman saat mengawali homilinya.
Ada sebagian yang berkelimpahan pangan, tetapi di tempat lain masih ada yang berkekurangan. Di satu sisi ada banyak sampah makanan, tetapi di sisi lain banyak masyarakat yang masih kekurangan pangan.
Menurut Paus Fransiskus, masalah kelaparan bukan masalah materi dan ekonomi saja, tetapi juga masalah moral. Oleh karena itu, kita diajak untuk menghargai makanan. Dengan menghargai makanan, kita menghargai setiap pribadi manusia. Kita menghargai makanan dan tidak mudah membuang makanan. Kita bersyukur atas makanan yang ada dan makan secukupnya sesuai kebutuhan kita.
“Ambil secukupnya. Kalau kurang boleh nambah, tetapi jangan sampai makanan yang sudah diambil tidak habis lalu dibuang,” tegas Rm. Herman. Usai misa, umat menikmati jajan pasar di halaman gereja. Mereka terus diingatkan untuk mengambil secukupnya, njupuk siji agar umat yang lain juga kebagian.
Goen