Berangkat dari keprihatinan atas kasus terorisme di Selandia Baru dan bencana banjir bandang di
Sentani, pada hari Minggu malam tanggal 17 Maret 2019 kemarin telah diadakan kegiatan doa bersama
di Taman Doa Gereja Katedral Semarang. Acara ini digagas oleh Komisi Hubungan Antaragama dan
Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (HAK KAS) bersama komunitas Pelita (Persaudaraan Lintas
Iman), dan dihadiri oleh para pegiat lintas iman dari berbagai agama dan aliran kepercayaan di
Semarang.
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr selaku Ketua Komisi HAK Kevikepan Semarang menjelaskan
latar belakang diadakannya doa bersama lintas agama tersebut, “Kita turut berduka karena
peristiwa penembakan di masjid itu melukai hati kemanusiaan kita. Duka mereka adalah duka
kita, kesedihan mereka juga kesedihan kita. Maka kita mengecam tindakan teror itu. Dengan
doa bersama ini, kita diajak mempunyai kepekaan terhadap mereka yang menderita.”
Lebih lanjut beliau mengatakan, “Harapan kita, semoga tidak ada lagi peristiwa seperti itu. Kita
bangun kerukunan dan hidup damai dengan siapa saja. Kita pantas bersyukur karena punya
Pancasila yang menyatukan kita, dan kita harus terus memupuk nilai-nilai Pancasila itu.”
Acara doa bersama dibuka pk. 20:00 oleh Lukas Awi Tristanto mewakili panitia penyelenggara. Nur
Khotimah yang berperan sebagai pembawa acara kemudian mengajak para peserta berdiri untuk
menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan dengan sambutan dari Pastur Kepala Paroki Katedral
Semarang Rm. Herman Yoseph Singgih Sutoro, Pr dan disusul pembacaan dua buah puisi untuk
mengenang Jumat kelabu tanggal 15 Maret 2019 saat terjadi penembakan di dua masjid di kota
Christchurch di Selandia Baru yang menewaskan 50 orang dan melukai puluhan lainnya.
Dalam sebuah wawancara setelah acara berlangsung, Rm. Herman mengatakan bahwa Gereja
Katedral dipilih untuk tempat pelaksanaan doa bersama tersebut sebagai pernyataan simbolis
bahwa seluruh umat non-Islam pun turut berduka, solider dan berbelarasa atas peristiwa
kekerasan yang lokasi kejadiannya di masjid. Selain itu Gereja Katedral dipilih karena letaknya
yang strategis, sudah dikenal dan mudah dijangkau. Juga untuk memudahkan perijinan, karena
acara doa dilakukan memang di tempat ibadah dan bukan di ruang publik. Dalam doa bersama
lintas agama ini umat Katedral lebih banyak diwakili oleh Bidang Pelayanan & Kemasyarakatan
bersama tim-tim kerjanya terutama Tim Kerja HAK, selain beberapa umat yang turut bergabung
dalam acara tersebut.
Dalam wawancara tersebut, Rm. Herman menyatakan prihatin karena akhir-akhir ini manusia
dibutakan oleh kepentingan pribadi atau kelompok, sampai tega menyakiti bahkan membunuh
sesamanya. Tentu termasuk juga di sini peristiwa-peristiwa seperti tindakan diskriminasi,
persekusi, nyinyir, fitnah, hoaks dan lain-lain.
Di tengah itu semua, beliau berharap umat Katedral bisa menjadi pembawa damai,
mewujudkan peradaban kasih di Semarang, dan semua pihak juga turut mengusahakan
kerukunan di Semarang hingga di seluruh Indonesia. “Jadikan Indonesia rumah bersama dalam
keanekaragaman, untuk mewujudkan pelangi yang indah di tengah dunia,” demikian Rm.
Herman mengingatkan.
Setelah pembacaan puisi tersebut, sebuah refleksi mengenai penembakan di Selandia Baru dan bencana
banjir bandang di Sentani kemudian dibawakan oleh Rm. Aloysius Budi Purnomo, Pr. Beliau mengatakan
bahwa kedua peristiwa itu tidak hanya melukai mereka yang terimbas langsung oleh kejadian-kejadian
tersebut, melainkan seluruh umat manusia di mana pun mereka berada. Hanya mengutuk kekerasan
saja tidak ada gunanya, dan lebih baik mendoakan kedamaian jiwa, pemulihan serta penyembuhan bagi
para korban dan keluarganya, bahkan juga para pelaku kekerasan agar bisa bertobat dan menjadi lebih
baik. Refleksi kedua yang senada dengan itu kemudian disampaikan dalam bahasa Jawa oleh Bapak
Arifin sebagai wakil dari para penghayat kepercayaan Sapta Dharma.
Kepedihan akibat tragedi penembakan di Selandia Baru itu dirasakan juga oleh Rm. Yohanes
Gunawan, Pr, seorang imam KAS yang saat ini sedang mempelajari Teologi Spiritual di Pontificia
Università Gregoriana di Roma. “Saya ikut sedih dan prihatin atas kejadian itu,” ujar Rm.
Gunawan. “Kok dia begitu tega dan begitu santai membunuh sesamanya. Sepertinya begitu
murah nyawa manusia. Bagi saya, tindakan ini merendahkan martabat manusia sebagai citra
Allah. Saya berharap kejadian ini cukup terjadi kemarin saja dan tidak merembet ke tempat-
tempat lain termasuk Indonesia. Sebagai saudara sebangsa dan setanah air, saya berharap
budaya kehidupan dan persaudaraan terus dihidupi di Indonesia. Kita kaya karena
keanekaragaman agama dan budaya,” lanjut beliau lagi.
Menurut Rm. Gunawan, para imam Indonesia yang sedang bertugas belajar di Roma juga
menyesalkan kejadian itu dan ikut prihatin, serta mengapresiasi tanggapan yang cepat dan bijak
dari KWI. Tentang doa bersama lintas agama yang diadakan di Katedral tersebut, beliau
berpendapat acara itu sangat baik dan bisa berdampak positif bagi hidup bersama.
Harapannya, kegiatan-kegiatan seperti itu bisa makin menumbuhkan solidaritas dan belarasa
terhadap mereka yang menderita akibat tindakan kekerasan.
Rm. Gunawan juga menceritakan bagaimana Paus Fransiskus turut berbelarasa dengan para
korban penembakan di Selandia Baru dengan mengirimkan ungkapan belasungkawanya melalui
Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Pietro Parolin. Kemudian hari Minggu siang kemarin dalam
doa Angelus, Paus Fransiskus juga mendoakan para korban secara khusus, “Saya mendoakan
mereka yang meninggal dan terluka serta keluarga-keluarga mereka. Saya dekat dengan
saudara-saudara Muslim kita dan segenap umat Muslim. Saya memperbarui undangan untuk
bersatu dalam doa dan isyarat-isyarat perdamaian, untuk memerangi kebencian dan kekerasan.
Marilah berdoa dalam keheningan bagi saudara-saudara kita umat Muslim yang terbunuh.”
Refleksi lalu dilanjutkan dengan doa bersama oleh wakil dan para pemuka agama diiringi dengan
penyalaan lilin oleh semua yang hadir. Siti Rofiah yang mewakili umat Islam, Rm. Joko Purwanto yang
mewakili umat Katolik, Pendeta Sedyoko yang mewakili umat Kristen, Js. Andi Tjiok yang mewakili umat
Kong Hu Cu, Bapak Arifin yang mewakili penghayat kepercayaan, Komang Dipta yang mewakili umat
Hindu dan Romo Wahyudi Agus yang mewakili umat Budha Jawa secara bergantian membacakan doa
bagi para korban penembakan di Selandia Baru dan banjir bandang di Sentani menurut tatacara agama
masing-masing.
Dihubungi dalam sebuah kesempatan terpisah, Uskup Agung KAS Mgr. Robertus Rubiyatmoko
menyatakan menyambut baik diadakannya acara lintas iman seperti doa bersama tersebut.
“Sudah cukup lama KAS melalui Komisi HAK dan paroki-paroki mencoba merengkuh dan
merangkul saudara-saudara lintas agama membangun kebersamaan melalui berbagai cara,”
tutur Mgr. Rubiyatmoko. “Syukur pada Tuhan gerakan ini dari waktu ke waktu mendapatkan
tanggapan yang semakin positif dari banyak pihak, baik dari dalam Gereja maupun saudara-
saudara beragama lain. Tentu saja, usaha ini masih tetap harus ditingkatkan demi kesatuan
bangsa dan kedamaian hidup bersama.”
Menanggapi kekuatiran sebagian umat bahwa penembakan di Selandia Baru kemarin akan
merusak kerukunan hidup beragama di Indonesia yang akhir-akhir ini pun sudah berada dalam
kondisi rapuh karena politisasi agama, Mgr. Rubiyatmoko mengatakan, “Saya prihatin atas
peristiwa yang melanggar HAM ini. Siapapun pelakunya pantaslah ditindak secara tepat dan
benar sesuai prinsip keadilan tanpa mengesampingkan sisi pengampunan. Berhadapan dengan
kejadian ini, kiranya kita tidak perlu kuatir hal ini akan merusak kebersamaan dan kesatuan
masyarakat kita. Karena itu, kita juga tidak perlu takut dengan ancaman-ancaman yang
dilontarkan oleh mereka yang menginginkan kekacauan. Masyarakat kita sekarang ini sudah
semakin pintar dan bijak dalam menilai dan menyikapi berbagai peristiwa dan situasi.”
Akhirnya, dalam menyikapi peristiwa-peristiwa kekerasan dan juga tahun politik yang
berpotensi menimbulkan perpecahan antar umat beragama, kepada umat Katolik Mgr.
Rubiyatmoko menyampaikan pesan sebagai berikut, “Sebagai umat beriman, tetaplah percaya
akan penyelenggaraan dan kasih Allah yang senantiasa melindungi umat-Nya. Karena itu saya
mengharapkan umat Katolik di KAS khususnya agar tetap berani menyuarakan kebenaran dan
keadilan, dalam kebersamaan dengan saudara-saudara beragama lain. Pada dasarnya setiap
manusia memiliki keinginan dan harapan yang sama akan kebaikan, maka perlu diperjuangkan
bersama. Untuk itu saya mendorong seluruh umat untuk membuka diri dan srawung dengan
masyarakat sekitar. Dengan srawung kita akan mengenali sesama kita, mengerti kesulitan
bersama, dan bersama bergerak mencari solusi. Di dalam dan melalui srawung, kita menjadi
saudara.”
Menutup acara doa bersama lintas agama ini, seluruh peserta yang hadir kembali diajak berdiri dan
menyanyikan lagu Bagimu Negeri. Para peserta juga sempat berfoto bersama untuk mengabadikan
malam itu, sebelum berbaur untuk beramah-tamah sambil menyantap makanan kecil, kopi dan makan
malam yang telah disediakan oleh panitia. (justine)