Perayaan Ekaristi Hut RI ke-78 Bersama UBK

Siang itu, sepanjang lorong gereja berhias bendera merah putih mini. Suara merdu adik Vero dan adik Ulam mengantar umat yang akan mengikuti Perayaan Ekaristi, Minggu (20/8), di Gereja SPM RRS Randusari Katedral Semarang. Altar dan sekitarnya pun ditata dengan nuansa merah putih. Perayaan Ekaristi itu merupakan persembahan Gereja bersama Umat Berkebutuhan Khusus (UBK) untuk merayakan HUT ke-78 RI.

Meski dilaksanakan dengan sederhana, sukacita melimpah dari UBK dan umat yang hadir. Sebelum Perayaan Ekaristi dimulai, acara dibuka dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya yang dipimpin oleh Romo Yohanes Krismanto, Pr diiringi paduan suara dari UBK. Tidak hanya paduan suara, petugas lektor, pemazmur, organis, dan pembaca doa umat pun dilakukan oleh UBK. Keterbatasan tidak menghalangi mereka untuk berkarya dan bersukacita melayani Tuhan.

Dalam homilinya, Romo Yohanes bercerita tentang salah seorang kawan yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Kawan itu membicarakan tentang apa yang ia lakukan dalam lingkungannya. Yang menarik dalam pembicaraan itu adalah bagaimana pada satu waktu, tidak hanya orang tua anak berkebutuhan khusus yang belajar, tetapi bagaimana orang tua membawa anaknya yang berkebutuhkan khusus agar dapat diterima dalam lingkungannya. Tidak mudah untuk memahami, apalagi menerima anak berkebutuhan khusus dalam lingkungan kita terutama karena kesulitan untuk memahami dan mengerti apa yang mereka pikirkan, inginkan, dan kehendaki sehingga sering kali hal itu menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi anak berkebutuhan khusus. Bagaimana perasaan mereka ketika berada di tengah-tengah kita? Bagaimana sikap kita ketika berada dalam komunitas mereka? “Kita menginginkan orang lain menjadi seperti apa yang kita inginkan, tetapi kita tidak pernah mau belajar untuk mengerti apa yang dirasakan dan dikehendaki oleh orang lain,” tegas Romo Yohanes. Di sinilah peran orang tua untuk mengajak lingkungannya belajar bersama bahasa isyarat, tujuannya agar lingkungan tempat anak itu tinggal setidaknya bisa sedikit mengerti dan memahami apa yang dipikirkan dan dikehendaki anak itu hingga dapat menjadi jembatan komunikasi bagi kedua belah pihak. Butuh kerelaan hati, kelapangan dada, dan keterbukaan pikiran dari orang tua dan lingkungannya untuk terbuka dan mau belajar. Itu bukan hal yang mudah, tetapi dapat dilakukan.

Demikian halnya dengan perempuan Kanaan yang tahu Yesus datang ke kotanya dan terus berteriak memanggil-Nya demi kesembuhan putrinya dalam bacaan Injil Matius 15:21-28. Bahkan ketika Yesus mengacuhkannya, dan para rasul terganggu dengan teriakannya, perempuan itu terus berteriak memanggil dan mendekati Yesus. Ketika pada akhirnya perempuan itu sampai di hadapan Yesus dan mengalami penolakan, ia tetap bersikukuh percaya Yesus dapat menyembuhkan putrinya. Butuh kerendahan hati, kerelaan diri, bahkan kesediaan untuk merunduk, merendahkan diri, dan taat serta percaya pada kehendak Tuhan yang dapat menyelamatkan kita. Seperti yang dilakukan oleh perempuan Kanaan yang pada akhirnya membukakan kasih karunia Allah tidak hanya bagi bangsa terpilih saja, tetapi terutama untuk mereka yang sungguh merindukan dan membutuhkan.

Sudah layak dan sepantasnya kita menyadari: pertama, bersyukur bahwa Tuhan mengasihi kita dengan cara-Nya supaya kita menjadi satu; kedua, belajar untuk rendah hati dan memiliki harapan. Melihat bukan dengan kacamata kita, tetapi dengan kacamata Tuhan yang mengasihi. Tuhan rela wafat disalib untuk menunjukkan bagaimana Ia mencintai umat-Nya. Bukan karena sebagai bangsa terpilih, bukan sebagai orang yang sempurna, bukan karena kehebatan kita, tetapi karena kelemahan kita Tuhan mengasihi kita setuntas-tuntasnya.

Ketika merenungkan apa makna kemerdekaan, merdeka dapat disampaikan dengan cara yang sederhana, yaitu memiliki kebebasan batin untuk menemukan rahmat Tuhan dalam setiap peristiwa. Ketika kita diberi kepercayaan berjumpa dan merawat saudara, anak-anak, umat berkebutuhan khusus, hanya butuh kerendahan hati, kebesaran hati, butuh harapan, bahwa Tuhan menyediakan rahmat yang kita butuhkan agar hidup kita bisa berarti, menjadi berkat bagi banyak orang.

Setelah Perayaan Ekaristi, acara dilanjutkan dengan persembahan lagu-lagu dari teman-teman UBK, pembagian bingkisan, dan foto bersama Romo Yohanes Krismanto, Pr beserta Romo Herman Yoseph Singgih Sutoro, Pr.

Rahmat kasih karunia Allah beserta kita. Amin.

Bernadetta Esti W.U.

Redaksi Majalah BERKAT

Komsos Katedral Semarang
Jl. Pandanaran No. 9, Semarang 50244 Jawa Tengah

© Komsos Katedral 2024